Sekilas info tentang Geothermal Energy

Blognya Mba Nenny

Paper Dies Emas ITB Bag.IV

PENDIRIAN PUSAT STUDI DAN PENELITIAN PANAS BUMI

Untuk merealisasikan rencana Pemerintah, yaitu menjadikan Indonesia sebagai center of excelence panas bumi di dunia, ITB perlu mengawali langkahnya dengan mendirikan Centre of Geothermal Studies and Research (CGSR) atau Pusat Studi dan Penelitian Panas Bumi, dan menjajagi diperolehnya dukungan dan kerjasama dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, BAPPENAS, Pemerintah Propinsi Jawa Barat, Industri Panas Bumi dan Perguruan Tinggi yang memberikan pendidikan panas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri. CGSR akan terdiri dari (1) Pusat Informasi, (2) Pusat Kajian Potensi Sumberdaya dan Cadangan, (3) Pusat Kajian Keekonomian, (4) Pusat Pelatihan, (5) Lembaga Akreditasi, dan (6) Pusat Penelitian dan (7) Pusat Pengembangan Perangkat Lunak.

Pusat Informasi akan mengembangkan data base, antara lain memuat informasi mengenai panas bumi Indonesia yang sifatnya dapat diinformasikan ke publik, referensi/pustaka hasil penelitian dan kajian panas bumi (dari seminar, kongres, workshop panas bumi), serta memuat petunjuk (guidelines) penentuan sumberdaya dan cadangan panas bumi, petunjuk untuk menganalisa keekonomian proyek panas bumi, informasi tentang biaya dari berbagai referensi (untuk benchmarking) dan berbagai informasi lainnya.

Pusat Kajian Potensi Sumberdaya dan Cadangan dan Pusat Kajian Keekonomian pada prinsipnya akan memberikan jasa konsultasi. Konsultasi akan diberikan oleh working group, yang terdiri dari ahli panas bumi/profesional, baik dari dalam maupun di luar negeri. Pusat pelatihan akan mengembangkan program pelatihan, materi pelatihan dan menyelenggarakan pelatihan dengan pengajar ahli panas bumi, baik dari dalam maupun luar negeri.

CGSR dapat menjadi lembaga akreditasi. Pusat Penelitian akan menyusun program penelitian yang mengarah kepada pengurangan biaya eksplorasi, eksploitasi panas bumi dan pengembangan teknologi untuk mengoptimalkan pemanfaatan panas bumi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pusat Pengembangan Perangkat Lunak akan mengembangkan perangkat lunak sebagaimana telah dirintis oleh Lab. Geothermal.


PENINGKATAN KEMAMPUAN REKAYASA DAN RANCANG BANGUN

Untuk memenuhi ketentuan UU No. 27/2003 tentang Panas Bumi, Pasal 32, pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri harus dimaksimalkan. Hingga saat ini komponen import masih sangat tinggi. Dari sekarang harus segera dirintis upaya agar komponen yang sebagian besar belum dapat diproduksi dalam negeri, seperti turbin dan generator, instrumen dan pipa alir permukaan serta casing, di masa yang akan datang dapat dipenuhi dari dalam negeri. Dengan berkurangnya komponen import, biaya pengembangan lapangan dan biaya pembangkit dapat menjadi lebih rendah.


KESIMPULAN

Agar kemandirian di bidang panas bumi dapat diwujutkan, ITB akan terus melaksanakan peningkatan kapasitas di bidang panas bumi, dengan sasaran menjadikan ITB sebagai sarana peningkatan kompetensi SDM panas bumi. Untuk merealisasikan rencana Pemerintah, yaitu menjadikan Indonesia sebagai centre of excelence panas bumi di dunia, ITB perlu mengawali langkahnya dengan mendirikan Centre of Geothermal Studies and Research. Mengingat peningkatan kapasitas adalah proses jangka panjang yang berkelanjutan, ITB membutuhkan dukungan nyata dari stakeholders.


REFERENSI

[1] Bambang Setiawan. 2009. Langkah-langkah untuk Mendorong Investasi Panas Bumi. Diskusi Panel: Pengembangan Energi Panas Bumi untuk Penyediaan Tenaga Listrik. 29 Januari 2009. Bandung.
[2] Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025”, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
[3] Bambang Praptono. 2009. Harga Listrik Pembangkit Panas Bumi dan ESC. Diskusi Panel: Pengembangan Energi Panas Bumi untuk Penyediaan Tenaga Listrik. 29 Januari 2009. Bandung.
[4] Freeston D.H and Bolton R.S. (1993), Indonesia – Geothermal Training Programme, Report for the Ministry of External Relations and Trade of New Zealand,
[5] Ibrahim. R.F, Fauzi A., Suryadarma, The Progress of Geothermal Energy Resources Activities in Indonesia, Proceedings World Geothermal Congress 2005, Antalya, Turkey, April 24-29, 2005, pp. 1-7.

Paper Dies Emas ITB Bag.III

PENINGKATAN KAPASITAS SDM PANAS BUMI

Upaya peningkatan kapasitas SDM dilakukan di ITB melalui Pendirian Program Studi Magister Akademik Berorientasi Terapan Teknik Panas Bumi, pelatihan, seminar, pembuatan data base panas dan sejumlah perangkat lunak bidang rekayasa panas bumi, pembuatan Interactive-CD, serta melakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan panas bumi untuk melakukan studi atau pengembangan sistim.

3.1 Peningkatan kapasitas SDM melalui Program Magister Teknik Panas Bumi

ITB telah merintis persiapan SDM panas bumi sejak tahun 1985, dengan (1) mengirimkan beberapa staf pengajarnya mempelajari panas bumi di luar negeri, khususnya di New Zealand dan Jepang, dan (2) memasukkan 1-2 mata kuliah panas bumi di Kurikulum Program Studi Teknik Perminyakan, Geologi, Teknik Pertambangan dan Teknik Geofisika.

Gagasan pendirian Program Studi Panas Bumi di ITB muncul pada tahun 1996, namun mempertimbangkan situasi industri panas bumi pada tahun 1997 yang tidak mendukung, karena seluruh proyek panas bumi di Indonesia ditunda pelaksanaannya melalui Kepress 39/1997, maka rencana tersebut ditunda. Rencana pendirian Program Studi Panas Bumi di ITB mulai dirintis kembali pada awal tahun 2005, tidak lama setelah Pemerintah menetapkan Road Map Pengelolaan Energi Panas Bumi 2004-2025.

Pendirian Program Studi Panas Bumi dipandang perlu karena sistem panas bumi sangat berbeda dengan sistem minyak dan gas, tidak hanya dari jenis fluida yang terkandung didalamnya tetapi juga dari cara terbentuknya, temperatur dan karakteristik batuan reservoirnya. Perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan teknik-teknik yang dilakukan dalam eksplorasi eksploitasi dan utilisasi panas bumi tidak sepenuhnya sama dengan yang dilakukan di bidang perminyakan. Disamping itu, untuk mendukung pengembangan panas bumi diperlukan SDM yang memperoleh pendidikan panas bumi secara terpadu, mulai dari eksplorasi, eksploitasi hingga utilisasinya.

Berpedoman pada visi, misi dan tujuan, serta sejalan dengan rencana strategis Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral (FIKTM) ITB, yang sekarang menjadi dua Fakultas, yaitu Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) dan Fakultas Ilmu dan Teknik Kebumian (FITB), Program Magister Akademik Berorientasi Terapan “Teknik Panas Bumi” dimulai pada pertengahan tahun 2008. Jumlah masukan untuk tahap awal ditargetkan 30 mahasiswa/tahun. Pengetahuan yang diberikan di Program Magister Akademik Berorientasi Terapan “Teknik Panas Bumi” bersifat spesialisasi dan aplikatif. Program pendidikan dibagi dalam dua bidang, yaitu Teknik Eksplorasi dan Rekayasa.

UNDP menyatakan bahwa peningkatan kapasitas (Capacity Building) merupakan proses jangka panjang yang berkelanjutan dan membutuhkan partisipasi stakeholders, yaitu menteri, departemen, lembaga pemerintah terkait, pemerintah daerah, asosiasi profesi, akademisi dan lembaga/institusi lainnya. Untuk mendukung peningkatan kapasitas SDM panas bumi Indonesia melalui Program Magister Akademik Berorientasi Terapan Teknik Panas Bumi, ITB memerlukan dukungan Pemerintah, yaitu berupa pemberian beasiswa kepada mahasiswa sebagaimana dilakukan oleh Pemerintah New Zealand kepada para peserta Geothermal Diploma Course (10 bulan) dan mahasiswa program magister dan doktor yang mendalami geothermal di University of Auckland (2-5 tahun), baik kepada peserta yang berasal dari Indonesia dan maupun dari negara berkembang lain.

Beasiswa diberikan Pemerintah New Zealand kepada 30 orang mahasiswa pertahun, dimana 10 orang diantaranya umumnya adalah berasal dari Indonesia, tidak terbatas hanya untuk pegawai pemerintah, perguruan tinggi, akan tetapi juga untuk mereka yang bekerja di industri dan konsultan panas bumi. Maksud dari pemberian beasiswa tersebut adalah untuk mendorong pemanfaatan panas bumi di negara mereka masing-masing.

Dukungan lain yang dibutuhkan ITB adalah mensponsori kedatangan dosen tamu, baik dari perusahaan panas bumi maupun dari perguruan tinggi di luar negeri, serta membantu memenuhi kebutuhan komputer dan sarana pendukung proses belajar-mengajar lainnya.

3.2 Peningkatan kapasitas SDM Melalui Pelatihan dan Seminar

Untuk mendukung peningkatan kapasitas SDM panas bumi Indonesia, pelatihan singkat perlu dilakukan secara berkesinambungan, khususnya pelatihan kepada staf pengajar Perguruan Tinggi di propinsi dimana terdapat area panas bumi yang akan dilelang, dieksplorasi dan dikembangkan. Pelatihan kepada staf pengajar Perguruan Tinggi pernah dilakukan ITB bekerjasama dengan Pemerintah New Zealand (University of Auckland) dan BPPT pada tahun 1994, 1995 dan 1996, yaitu dengan melaksanakan Program Geothermal “Teaching the Teachers”.

Pelatihan ini diberikan selama 2-3 minggu setiap tahunnya, dengan pengajar dari Geothermal Institute-University of Auckland dan dari ITB. Pemerintah New Zealand memberikan sponsorship untuk biaya transportasi dan akomodasi pengajar dari University of Auckland, sedangkan BPPT memberikan bantuan biaya transportasi dan akomodasi bagi peserta dari luar kota.

Untuk mempercepat peningkatan kapasitas SDM panas bumi di Indonesia, khususnya di luar Jawa, program serupa perlu dilaksanakan dimasa yang akan datang. Pengajar dapat dari ITB, atau gabungan dengan pengajar dari Perguruan Tinggi lain. Dengan memberikan pelatihan kepada staf pengajar Perguruan Tinggi, diharapkan mereka dapat memberikan pengetahuan dan pelatihan mengenai panas bumi kepada masyarakat setempat, mahasiswa dan staf pemerintah daerah. Para staf pengajar tersebut juga dapat membantu Pemerintah Daerah dalam proses lelang, mengingat Pemerintah mensyaratkan adanya wakil Perguruan Tinggi dalam panitia lelang.

Untuk lelang WKP panas bumi yang beberapa waktu terakhir ini dilaksanakan, ITB diminta bantuannya oleh Ditjen Mineral Batubara dan Panas Bumi dan Pemerintah Daerah untuk menugaskan beberapa staf pengajarnya menjadi anggota panitia lelang, namun karena keterbatasan jumlah SDM panas bumi di ITB, tidak semua permintaan dapat dipenuhi.

Untuk pelatihan panas bumi yang berkesinambungan, ITB membutuhkan dukungan Pemerintah, sebagaimana dilakukan Pemerintah New Zealand pada tahun 90an dengan memberikan beasiswa kepada para peserta pelatihan Teknik Reservoir Panas Bumi (3 bulan) dan Pelatihan Lingkungan Panas Bumi (3 bulan), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari negara lain.

Program pelatihan panas bumi untuk SDM di industri umumnya dilaksanakan atas permintaan industri kepada ITB, antara lain atas permintaan PT AMOSEAS dan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Dengan PT PERTAMINA pada tahun 2005, ITB telah menandatangani Nota Kesepahaman (MOU) untuk kerjasama dalam bidang penelitian, pendidikan/pelatihan, ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya bidang energi. Pada tahun 2006 telah ditandatangani pula piagam kerjasama antara ITB, UGM, dan UI dengan PT. PERTAMINA dan PT. REKAYASA INDUSTRI (REKIN) untuk kerjasama pengembangan sumberdaya manusia dalam bidang geothermal.

Dengan mengacu pada MOU tersebut, beberapa pelatihan panas bumi telah diselenggarakan sejak tahun 2006, dikoordinir oleh PT PGE dan REKIN, dengan staf pengajar dari ITB, UI dan UGM. Atas permintaan beberapa industri panas bumi, beberapa staf pengajar ITB juga telah membantu penyebaran informasi/pengetahuan mengenai panas bumi kepada masyarakat dan kepada wartawan/jurnalists beberapa media.

ITB juga memberikan fasilitas komunikasi dan pertukaran informasi/pendapat mengenai panas bumi melalui seminar panas bumi yang dilaksanakan Program Studi Magister Teknik Panas Bumi setiap dua minggu. Seminar ini terbuka untuk umum dan peserta tidak dipungut bayaran.

3.2 Pembuatan Data Base dan Perangkat Lunak

Untuk mendukung pengembangan panas bumi di Indonesia, sejak tahun 1997 Lab. Geothermal ITB telah mengembangkan beberapa data base dan perangkat lunak. Perangkat lunak yang pertama kali dikembangkan adalah GES, singkatan dari Geothermal Engineering Software. Dengan perangkat lunak ini, pengguna dapat menyimpan, mengolah dan menganalisa data untuk mengetahui kemampuan produksi sumur, kehilangan tekanan dan kehilangan panas di pipa alir panas bumi, simulasi sumur panas bumi dan potensi listrik panas bumi serta daya listrik dari PLTP atau konsumsi uap yang dibutuhkan oleh PLTP.

Pada tahun 1998, Lab. Geothermal mengembangkan Geothermal_MIS, singkatan dari Managment Information System. Dengan menggunakan data base ini, pengguna dapat melihat lokasi dan informasi mengenai panas bumi di Indonesia secara cepat. Pada tahun 1999, Lab Geothermal mengembangkan SAR_Geothermal, singkatan dari Sistim Analisa Resiko, untuk membantu pengambil keputusan menganalisa kelayakan teknis dan keekonomian proyek panas bumi, serta menganalisa sensitivitas harga listrik terhadap keekonomian.

Pada tahun 2001, dibuat IRIS (Integrated Reservoir Information System), yaitu perangkat lunak yang digunakan untuk menyimpan dan menganalisa data Teknik Eksplorasi dan data-data hasil pengukuran dan pengujian sumur secara terintegrasi. IRIS dilengkapi dengan GETools, singkatan dari Geothermal Engineering Tools, yaitu software yang dibuat untuk perhitungan-perhitungan di bidang drilling, produksi, reservoir, produksi dan sifat terdinamika dan geokimia.

Lab. Geothermal juga memiliki TOUGH2 yaitu simulator (software) yang dikembangkan di Lawrence Berkeley Laboratory (Pruess, 1988) untuk memodelkan reservoir dan memprediksi kinerja reservoir. Untuk memudahkan pemasukan data dan analisis output dari TOUGH2, Lab. Geothermal membuat I_TOUGH2 Interface. Disamping mengembangkan data base dan perangkat lunak, Lab. Geothermal juga mengembangkan Interactive-CD untuk belajar secara mandiri dan interaktif.

Paper Dies Emas ITB Bag.II

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi panas bumi sangat besar di dunia. Kurang lebih 30-40% potensi panas bumi dunia tersebar di kepulauan Indonesia. Survei panas bumi mengindikasikan adanya 255 area prospek panas bumi di Indonesia, yaitu 84 prospek di Pulau Sumatera, 76 prospek di Pulau Jawa, 51 prospek di Pulau Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian Jaya, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan.

Reservoir panas bumi di Indonesia umumnya mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (125-225oC). sehingga sangat potensial apabila diusahakan untuk pembangkit listrik. Potensi sumberdaya dan cadangan panas bumi Indonesia diperkirakan sebesar 27510 MWe. Cadangan diperkirakan setara dengan 14172 MWe, terdiri dari cadangan terbukti 2287 MWe, cadangan mungkin 1050 MWe dan cadangan terduga 10835 MWe (Tabel.1) [1].

Tabel 1. Potensi Sumberdaya dan Cadangan Panas Bumi Indonesia, Status: Februari 2009 [1]


Dari 255 area prospek panas bumi yang terdapat di Indonesia baru 7 (tujuh) area panas bumi yang telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrrik, dengan kapasitas terpasang total hingga akhir tahun 2008 adalah 1052 MWe, terdiri dari Kamojang - Jawa Barat (200 MWe), Darajat - Jawa Barat (255 MW), Awibengkok, Gn Salak - Jawa Barat (275 MW), Wayang Windu - Jawa Barat (110 MW), Lahendong – Sulawesi Utara (40 MW), Dieng – Jawa Tengah (60 MW) dan Sibayak – Sumatera Utara (12 MW). Unit-2 PLTP Panas Bumi Wayang Windu rencananya akan mulai beroperasi secara komersial pada awal tahun 2009 dengan kapasitas 117 MW. Dengan demikian kapasitas PLTP akan meningkat menjadi 1169 MWe.

Status dari area panas bumi lain sebagai berikut: 163 area (63,7%) masih pada tahap survey pendahuluan (reconnaissance survey), 78 area (30,5%) telah dilakukan eksplorasi rinci namun belum terbukti oleh pemboran dan 8 area (3.1%) telah dinilai kelayakannya dan siap dikembangkan [2]

Untuk pengelolaan energi panas bumi, dalam ”Road Map Pengelolaan Energi Nasional tahun 2005 – 2025” Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan tiga target utama [2], yaitu:

  1. Meningkatkan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia secara bertahap, dari 807 MWe (tahun 2005) hingga 9500 MWe pada tahun 2025.
  2. Menjadikan Indonesia sebagai center of excelence panas bumi di dunia;
  3. Menjadikan lembaga pendidikan tinggi sebagai sarana peningkatan kompetensi SDM panas bumi.

Hingga saat ini pengembangan panas bumi di Indonesia masih terkendala oleh berbagai masalah, menyebabkan target tahun 2008 yang telah ditetapkan dalam Road Map Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025 hanya tercapai sekitar 50%, yaitu 1052 MW. Pemerintah telah merevisi rencana pengembangan panas bumi Indonesia perioda 2009-2014 (Tabel 2), namun tetap dengan komitmen 9500 MW pada tahun 2025, setara 167,5 juta barrel minyak (5% dari bauran energi 2025). Langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mencapai target tahun 2014 adalah sebagai berikut:

  1. Meningkatkan secara bertahap kapasitas PLTP yang ada pada saat ini (existing) sesuai dengan potensi cadangan, yaitu lapangan Wayang Windu (Jawa Barat), Kamojang (Jawa Barat), Darajat (Jawa Barat), Awibengkok-Gunung Salak (Jawa Barat), Lahendong (Sulawesi Utara), Dieng (Jawa Tengah) dan Sibayak (Sumatera Utara).
  2. Mengembangkan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi yang telah terbukti melalui pemboran, yaitu lapangan Bedugul (Bali), Patuha (Jawa Barat), Sarula (Sumatera Utara), Cibuni (Jawa Barat), Ulumbu (Nusatenggara Timur), Karaha Bodas (Jawa Barat), Lumut Balai (Sumatera Selatan), Ulubelu (Lampung) dan Mataloko (Ambon).
  3. Melakukan Eksplorasi di Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi yang hak pengelolaannya telah diserahkan kepada PERTAMINA dan PLN, serta WKP lain yang telah dan akan dilelang Pemerintah, antara lain WKP Tangkuban Perahu, Tampomas, Cisolok-Cisukarame di Jawa Barat, Seulawah Agam di Aceh, Jaboi di Sabang dan WKP panas bumi lainnya (Tabel 3) [1].

Tabel 2. Rencana Penambahan Kapasitas Pembangkit Listrik Tahun 2009-2014 [3]


Untuk mempersiapkan SDM panas bumi yang dapat berperan serta secara aktif dan berkontribusi positif dalam kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemanfaatan panas bumi di Indonesia, dibutuhkan SDM yang memiliki pengetahuan terpadu, mulai dari hulu (eksplorasi dan pengembangan lapangan uap) hingga ke hilir (Pembangkit Listrik) serta memiliki kompetensi dalam eksplorasi, eksploitasi, utilisasi, manajemen, analisa keekonomian dan analisa lingkungan panas bumi.

Beberapa ahli panas bumi memperkirakan dibutuhkan 30-50 tenaga ahli pertahun untuk pengembangan proyek-proyek panas bumi sebesar 1000 MWe [4], [5]. Perkiraan kebutuhan tenaga ahli tersebut diatas belum memperhitungkan kebutuhan tenaga ahli ilmu kebumian yang diperlukan untuk melakukan eksplorasi di 163 area prospek panas bumi yang saat ini belum di eksplorasi. Perkiraan kebutuhan tenaga ahli panas bumi tersebut juga belum memperhitungkan kebutuhan tenaga ahli yang tidak terlibat secara langsung dalam proyek panas bumi, seperti perusahaan penyedia jasa (service company) dan lembaga pemerintah baik di pusat maupun di daerah.

Tabel 3. Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP)
Ditetapkan setelah UU No. 27/2003 s.d. Desember 2008 [1]



Dalam rangka mendukung rencana Pemerintah, beberapa upaya peningkatan kapasitas telah dilakukan di ITB dengan sasaran menjadikan ITB sebagai sarana peningkatan kompetensi SDM panas bumi. Lokasi ITB sangat strategis karena potensi panas bumi di Jawa Barat sangat besar dan ITB terletak relatif tidak jauh dari lapangan-lapangan panas bumi yang telah dikembangkan di Jawa Barat dan yang telah/akan akan dieksplorasi dan dikembangkan untuk pembangkit listrik, sehingga dapat dijadikan sarana untuk melakukan studi dan praktek lapangan.

Hal ini sangat mendukung visi ITB dalam hal meningkatkan mutu pendidikan serta meningkatkan penelitian dan pengabdian masyarakat. Lebih lanjut, ITB bekerja sama dengan lembaga/institusi pemerintah, perguruan tinggi lain, baik di dalam dan di luar negeri, dan perusahaan panas bumi akan berusaha menjadikan Indonesia sebagai center of excelence panas bumi di dunia.

Paper Dies Emas ITB Bag.I

Peningkatan Kapasitas Dalam Bidang Panas Bumi
Untuk Mendukung Pengembangan Panas Bumi
Di Indonesia Hingga Tahun 2025


Capacity Building in Geothermal for Supporting Geothermal Development in Indonesia
Until the Year 2025


Nenny Miryani Saptadji

Program Studi Magister Akademik Berorientasi Terapan Teknik Panas Bumi FTTM - ITB Bandung, Indonesia, nennys@tm.itb.ac.id


ABSTRAK: Pengembangan panas bumi di Indonesia masih terkendala oleh berbagai masalah, sehinga menyebabkan target tahun 2008 yang telah ditetapkan dalam Road Map Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025 hanya tercapai sekitar 50%, yaitu 1052 MW. Pemerintah telah merevisi target pengembangan panas bumi perioda 2009-2014, namun target 2025 tetap 9500 MW. Dalam rangka mendukung rencana tersebut, beberapa upaya peningkatan kapasitas dilakukan di ITB dengan sasaran menjadikan ITB sebagai sarana peningkatan kompetensi SDM panas bumi. Peningkatan kapasitas dilakukan melalui pendirian Program Studi Magister Akademik Berorientasi Terapan Teknik Panas Bumi, pelatihan, pengembangan data base dan sejumlah perangkat lunak, serta pembuatan Interactive-CD. Untuk merealisasikan rencana Pemerintah, yaitu menjadikan Indonesia sebagai centre of excelence panas bumi di dunia, ITB perlu mengawali langkahnya dengan mendirikan Centre of Geothermal Studies and Research. Mengingat peningkatan kapasitas adalah proses jangka panjang yang berkelanjutan, ITB membutuhkan dukungan nyata dari stakeholders.

Kata Kunci: Peningkatan Kapasitas, Panas Bumi, Program Magister, Indonesia


ABSTRACT: Geothermal development in Indonesia has been hindered by various problems, hence caused the total geothermal power plant capacity by the end 2008 only reached 1052 MW, 50% short of the goal set in the Blueprint for National Energy Management of 2005-2025. The Indonesian Government has revised the development target for the periode of 2009-2014, however the goal for the year 2025 remains at 9500 MW. To support this plan, various efforts in capacity building have been made at ITB with a primary goal is to establish ITB as an institution for human resources development, to meet man power needs for supporting geothermal exploration and development in Indonesia. Capacity building activities that have been conducted at ITB includes establishment of Master Degree Program in Geothermal Technology, conducting trainings and seminars, development of a number of data base, softwares and CD-interactive. To support the government plan in establishing Indonesia as a centre of excellence of geothermal in the world, ITB should start with establishment of Centre of Geothermal Studies and Research. As capacity building is a long-term continuing process, ITB needs a continous support from the stake holders.

Keywords: Capacity Building, Geothermal, Master Degree Program, Indonesia

Kemandirian di Bidang Panas Bumi

Untuk energi panas bumi, dalam ”Road Map Pengelolaan Energi Nasional”, Pemerintah menetapkan rencana peningkatan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia secara bertahap, dari 807 MWe pada tahun 2005 hingga 9500 MWe pada tahun 2025, yaitu 5% dari bauran energi tahun 2025 atau setara 167,5 juta barrel minyak. Pada saat ini kapasitas pembangkit listrik panas bumi Indonesia baru mencapai 1.169 MW.

Direncanakan pada tahun 2014 kapasitasnya akan meningkat menjadi 4.733 MW, yaitu 2.137 MWe untuk area Jawa-Bali dan 2.596 MW untuk area luar Jawa-Bali. Dilihat dari sisi potensi, Indonesia diperkirakan mempunyai sumberdaya panas bumi dengan potensi listrik sebesar 27.510 MWe, sekitar 30-40% potensi panas bumi dunia, dengan potensi cadangan 14.172 MWe, terdiri dari cadangan terbukti 2.287 MWe, cadangan mungkin 1.050 MWe dan cadangan terduga 10.835 MWe.

Pengembangan panas bumi hingga saat ini didominasi oleh perusahaan nasional, yaitu PT Pertamina Geothermal Energy (PT PGE). Pada saat ini PT PGE merupakan perusahaan panas bumi yang memiliki hak pengelolaan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi paling banyak di Indonesia, yaitu 15 (lima belas) WKP. Dari 15 (lima belas WKP), ada 3 (tiga) WKP dikerjasamakan oleh PT PGE dengan mitra asing. Disamping oleh PT PGE, ada beberapa WKP Panas Bumi yang hak pengelolaannya ada pada PT PLN.

Peningkatan produksi dan capacity building melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguasaan teknologi harus terus dilakukan agar kemandirian di bidang panas bumi dapat diwujutkan Untuk mencapai target 2014, Pemerintah telah/akan melelang 18 (delapan belas) WKP baru. Untuk mencapai target 2025 masih banyak WKP lain yang akan dilelang karena hasil eksplorasi pendahuluan mengindikasikan adanya 255 geothermal area di Indonesia yang sangat potensial untuk pembangkit listrik.

Mengingat potensi panas bumi dunia yang terbesar terdapat di Indonesia dan sifat sistem panas bumi yang sangat site specifik, sudah semestinya pengembangan lapangan panas bumi Indonesia dikembangkan oleh perusahaan nasional dengan menggunakan tenaga ahli Indonesia yang diakui kepakarannya tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di dunia Internasional.
(Nenny Saptadji-ITB)

Resiko Panasbumi (Bag, II)

Resiko pertama dalam suatu proyek panas bumi (dihadapi pada waktu eksplorasi dan awal pemboran sumur eksplorasi) adalah resiko yang berkaitan dengan kemungkinan tidak ditemukannya sumber energi panas bumi di daerah yang sedang dieksplorasi atau sumber energi yang ditemukan tidak bernilai komersial. Lembaga Keuangan tidak akan memberikan pinjaman dana untuk pengembangan lapangan sebelum hasil pemboran dan pengujian sumur membuktikan bahwa di daerah tersebut terdapat sumber energi panas bumi yang mempunyai potensi yang cukup menarik dari segi ekonomi.

Resiko masih tetap ada meskipun hasil pemboran eksplorasi telah membuktikan bahwa di daerah tersebut terdapat sumber energi panas bumi. Hal ini disebabkan karena masih adanya ketidakpastian mengenai besarnya cadangan (recoverable reserve), potensi listrik dan kemampuan produksi (well output) dari sumur-sumur yang akan dibor di masa yang akan datang. Ketidakpastian mengenai hal tersebut dapat menyebabkan Lembaga Keuangan tidak tertarik untuk membiayai proyek yang ditawarkan sampai sejumlah sumur yang telah dibor di daerah tersebut berhasil memproduksikan fluida panas bumi dan menunjukkan cadangan/potensi listrik di daerah tersebut cukup untuk menunjang proyek yang dimaksud. Apabila didekat daerah tersebut terdapat lapangan panas bumi yang telah berhasil dikembangkan/diusahakan, biasanya kepastian mengenai adanya cadangan yang memadai cukup ditunjukkan oleh adanya satu atau dua sumur yang berhasil memproduksikan fluida panas bumi.

Tetapi apabila belum ada lapangan panas bumi yang telah berhasil dikembangkan didekat daerah tersebut, setidaknya harus sudah terbukti bahwa sumur mampu menghasilkan fluida produksi sebesar 10- 30% dari total fluida produksi yang dibutuhkan oleh PLTP. Selain itu bank juga membutuhkan bukti bahwa penginjeksikan kembali fluida kedalam reservoir (setelah energinya digunakan untuk membangkitkan listrik) tidak menimbulkan permasalahan, baik permasalahan teknis (operasional) maupun permasalah lingkungan.

Meskipun besar cadangan/potensi listrik, kemampuan produksi sumur dan kapasitas injeksi telah diketahui dengan lebih pasti, tetapi resiko masih tetap ada karena masih ada ketidakpastian mengenai besarnya biaya yang diperlukan dari tahun ke tahun untuk menunjang kegiatan operasional dan menjaga jumlah pasok uap ke PLTP. Ketidakpastian ini timbul karena heterogenitas dari sifat batuan reservoir. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap lembaga yang meminjamkan dana karena pengembalian dana yang dipinjamkan tidak sesuai dengan keuntungan yang diproyeksikan.

Resiko yang berkaitan dengan permasalahan teknis seperti terjadinya korosi didalam sumur dan didalam pipa akan mengakibatkan berkurangnya keuntungan dan mungkin juga dapat menyebabkan ditolaknya usulan perluasan lapangan untuk meningkatkan kapasitas PLTP.

Resiko lain yang berkaitan dengan sumberdaya adalah kemungkinan penurunan laju dan temperatur fluida produksi (enthalpy), kenaikan tekanan injeksi, perubahan kandungan kimia fluida terhadap waktu, yang mengakibatkan berkurangnya keuntungan atau bahkan hilangnya keuntungan bila penurunan produksi terlalu cepat. Penurunan kinerja reservoir terhadap waktu sebenarnya dapat diramalkan dengan cara simulasi reservoir. Hasil peramalan kinerja reservoir dapat dipercaya apabila model dikalibrasi dengan menggunakan data produksi yang cukup lama, tapi jika model hanya dikalibrasi dengan data produksi yang relatif singkat maka hasil peramalan kinerja reservoir masih mengandung tingkat ketidakpastian yang tinggi.

Di beberapa proyek masalah-masalah manajemen dan operasional yang tak terduga ada yang tidak terpecahkan atau dapat dipecahkan dengan biaya tinggi. Resiko yang disebabkan oleh hal tersebut relatif lebih sulit dinilai dibandingkan dengan resiko lain, termasuk didalamnya permasalahan-permasalahan yang timbul akibat kelalaian manusia dan kekurangcakapan sumber daya manusia dan managemen.

Upaya yang umum dilakukan untuk mengurangi resiko yang berkaitan dengan sumberdaya adalah:
  1. Melakukan kegiatan eksplorasi rinci sebelum rencana pengembangan lapangan dibuat.
  2. Menentukan kriteria keuntungan yang jelas.
  3. Memilih proyek dengan lebih hati-hati, dengan cara melihat pengalaman pengembang sebelumnya, baik secara teknis maupun secara manajerial.
  4. Mengkaji rencana pengembangan secara hati-hati sebelum menandatangani perjanjian pendanaan.
  5. Memeriksa rencana pengembangan dan menguji rencana operasi berdasarkan skenario yang terjelek.
  6. Mentaati peraturan yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan.
  7. Merancang dan menerapkan program sesuai dengan tujuan dan berdasarkan jadwal waktu pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan.
  8. Melaksanakan simulasi (pemodelan) untuk meramalkan kinerja reservoir dan sumur untuk berbagai skenario pengembangan lapangan.
  9. Mengadakan pertemuan secara teratur untuk mengevaluasi pelaksanaan program untuk mengetahui apakah kegiatan dilaksanakan sesuai dengan rencana atau tidak. (Nenny Saptadji-ITB)

Resiko Panasbumi (Bag, I)

Resiko Eksplorasi, Eksploitasi dan
Pengembangan Lapangan Panas Bumi


Proyek panas bumi memiliki resiko yang tinggi dan memerlukan dana yang besar, oleh karena itu sebelum suatu lapangan panasbumi dikembangkan perlu dilakukan pengkajian yang hati-hati untuk menilai apakah sumberdaya panas bumi yang terdapat di daerah tersebut menarik untuk diproduksikan. Penilaian kelayakan meliputi beberapa aspek, yang utama adalah: aspek teknis, pasar dan pemasaran, finansial, legal serta sosial ekonomi

Dari segi aspek teknis, hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah:

  1. Sumberdaya mempunyai kandungan panas atau cadangan yang besar sehingga mampu memproduksikan uap untuk jangka waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 25-30 tahun.
  2. Reservoirnya tidak terlalu dalam, biasanya tidak lebih dari 3 km.
  3. Sumberdaya panasbumi terdapat di daerah yang relatif tidak sulit dicapai.
  4. Sumberdaya panasbumi memproduksikan fluida yang mempunyai pH hampir netral agar laju korosinya relatif rendah, sehingga fasilitas produksi tidak cepat terkorosi. Selain itu hendaknya kecenderungan fluida membentuk scale relatif rendah.
  5. Sumberdaya panasbumi terletak di daerah dengan kemungkinan terjadinya erupsi hidrothermal relatif rendah. Diproduksikannya fluida panasbumi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya erupsi hidrotermal
  6. Hasil kajian dampak lingkungan

Dari aspek pasar dan pemasaran, hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah kebutuhan konsumen dan ketersediaan jaringan distribusi.

Dari aspek finansial, perlu dilakukan pengkajian terhadap dana yang diperlukan, sumber dana, proyeksi arus kas, indikator ekonomi, seperti NPV, IRR, PI dll, serta perlu juga dipertimbangkan pengaruh perubahan ekonomi makro.

Dari aspek sosial ekonomi, perlu dipertimbangkan pengaruh proyek terhadap penerimaan negara, kontribusi proyek terhadap penerimaan pajak, jasa-jasa umum yang dapat dinikmati manfaatnya oleh masyarakat dan kontribusi proyek terhadap kesempatan kerja, alih teknologi dan pemberdayaan usaha kecil

Menurut Sanyal dan Koenig (1995), ada beberapa resiko dalam pengusahaan panas bumi, yaitu:
  1. Resiko yang berkaitan dengan sumberdaya (resource risk), yaitu resiko yang berkaitan dengan:
  • Kemungkinan tidak ditemukannya sumber energi panas bumi di daerah yang sedang dieksplorasi (resiko eksplorasi).
  • Kemungkinan besarnya cadangan dan potensi listrik di daerah tersebut lebih kecil dari yang diperkirakan atau tidak bernilai komersial (resiko eksplorasi).
  • Kemungkinan jumlah sumur eksplorasi yang berhasil lebih sedikit dari yang diharapkan (resiko eksplorasi).
  • Kemungkinan potensi sumur (well output), baik sumur eksplorasi lebih kecil dari yang diperkirakan semula (resiko eksplorasi).
  • Kemungkinan jumlah sumur pengembangan yang berhasil lebih sedikit dari yang diharapkan (resiko pengembangan).
  • Kemungkinan potensi sumur (well output) sumur pengembangan lebih kecil dari yang diperkirakan semula (resiko pengembangan).
  • Kemungkinan biaya eksplorasi, pengembangan lapangan dan pembangunan PLTP lebih mahal dari yang diperkirakan semula.
  • Kemungkinan terjadinya problem-problem teknis, seperti korosi dan scaling (resiko teknologi) dan problem-problem lingkungan.
  1. Resiko yang berkaitan dengan kemungkinan penurunan laju produksi atau penurunan temperatur lebih cepat dari yang diperkirakan semula (resource degradation).
  2. Resiko yang berkaitan dengan kemungkinan perubahan pasar dan harga (market access dan price risk).
  3. Resiko pembangunan (construction risk).
  4. Resiko yang berkaitan dengan perubahan manajemen (Management risk).
  5. Resiko yang menyangkut perubahan aspek legal dan kemungkinan perubahan kebijaksanaan pemerintah (legal & regulatory risk).
  6. Resiko yang berkaitan dengan kemungkinan perubahan bunga bank dan laju inflasi (Interest & inflation risk).
  7. Force Majeure.
(Nenny Saptadji-ITB)

Garis Besar Penilaian Kelayakan

Garis Besar Penilaian Kelayakan Pengembangan
Lapangan Panas Bumi


Secara garis besar kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelayakan pengembangan lapangan panasbumi adalah sebagai berikut:

  1. Pengkajian sistim panasbumi (geothermal resource assesment). Pengkajian sistem panasbumi merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan dalam menilai kelayakan pengembangan suatu lapangan. Jenis-jenis data yang dikaji tergantung dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan di daerah panasbumi tersebut. Tujuan utama dari pengkajian data adalah untuk memperkirakan, jenis reservoir beserta kedalaman, ketebalan dan luasnya, serta perkiraan tentang tekanan dan temperatur, jenis dan sifat batuan, jenis fluida reservoir. Berdasarkan data-data yang telah diperoleh kemudian dibuat model konseptual dari sistim panasbumi yang sedang dikaji. Gambaran mengenai sistim panasbumi di suatu daerah biasanya dibuat dengan memperlihatkan sedikitnya lima komponen, yaitu sumber panas, reservoir dan temperaturnya, sumber air, serta manifestasi panasbumi permukaan yang terdapat di daerah tersebut. Komponen-komponen lain yang sering diperlihatkan dalam model adalah penyebaran batuan, jenis dan arah aliran air di bawah permukaan. Model sistim panasbumi atau biasa disebut “conceptual model” dibuat berdasarkan hasil evaluasi data geologi, hidrologi, geofisika, geokimia dan data sumur.
  2. Menghitung besarnya sumberdaya, cadangan dan potensi listrik.
  3. Mengkaji apakah suatu sumberdaya panasbumi dimaksud tepat untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Apabila energi tsb dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik maka langkah selanjutnya adalah menentukan rencana pengembangan PLTP. Rencana pengembangan meliputi menentukan kapasitas PLTP yang akan dibangun, jumlah turbin serta kapasitas masing-masing turbin serta menentukan alternatif pengembangan lapangan.
  4. Menentukan rencana pengembangan lapangan (steam field development) meliputi penentuan jumlah sumur produksi, injeksi dan sumur cadangan (make up well). Probabilitas keberhasilan pemboran pengembangan dapat diperkirakan berdasarkan data jumlah sumur yang berhasil dan jumlah sumur yang gagal di prospek yang telah dilakukan pemboran eksplorasi sumur dalam (probabilitas keberhasilan pemboran eksplorasi).
  5. Melakukan simulasi reservoir untuk memperkirakan kinerja reservoir. Simulasi atau pemodelan reservoir merupakan kegiatan yang penting dilakukan dalam penilaian kelayakan pengembangan suatu lapangan karena hasil pemodelan biasanya digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam menetapkan strategi pengembangan lapangan. Dari model reservoir yang dibuat dapat diperoleh gambaran mengenai kondisi di bawah permukaan yang meliputi distribusi sebaran permeabilitas, tekanan, temperatur, konduktivitas. Hasil simulasi juga dapat memberikan perkiraan tentang energi panas yang terkandung di dalamnya sebelum reservoir diproduksikan. Pemodelan tahap lanjutan dilakukan untuk meniru kinerja reservoir untuk berbagai skenario pengembangan lapangan.
  6. Menentukan biaya pengusahaan panasbumi, meliputi biaya sumur eksplorasi, biaya sumur pengembangan, biaya fasilitas produksi, biaya PLTP, biaya operasi dan perawatan.
  7. Menentukan jadwal pelaksanan pekerjaan.
  8. Menentukan penyebaran investasi.
  9. Menentukan parameter-parameter ekonomi (cash flow, ROR, NPV, EMV dll.)
  10. ntuk masing-masing kasus (alternatif) dibuat analisa yang sama dan kemudian diperbandingkan satu sama lain.
(Nenny Saptadji-ITB)

Komponen Biaya

Komponen Biaya Pengembangan Lapangan Uap (Steam Field)
dan Biaya Pembangkit Listrik

Biaya pengembangan lapangan uap (steam field) terdiri atas:

1. Biaya survey eksplorasi
2. Biaya pemboran sumur (sumur eskplorasi, pengembangan, injeksi, make up)
3. Biaya lahan, jalan, persiapan lahan dan lain-lain.
4. Biaya fasilitas produksi
5. Biaya sarana pendukung
6. Biaya operasi dan perawatan

Biaya Survey Eksplorasi
Biaya survey eksplorasi terdiri atas biaya survei pendahuluan dan biaya survey rinci (fase pra-kelayakan). Biaya survei pendahuluan adalah biaya yang dikeluarkan untuk survei geoscientifik awal yang terdiri dari survei geologi dan geokimia pada daerah-daerah panas bumi yang paling potensial atau di sekitar manifestasi panas permukaan. Berdasarkan hasil survei ini dapat ditentukan apakah pada daerah prospek yang diteliti ter sebut cukup layak untuk dilakukan survei lebih lanjut atau tidak.

Biaya survey rinci (G & G survey) adalah biaya yang dikeluarkan untuk survei geologi, geokimia dan geofisika dan pemboran dangkal yang dilakukan untuk untuk mencari gambaran daerah prospek panas bumi yang mencakup luas daerah potensial, kedalaman reservoir, perkiraan karakteristik fluida dan potensi cadangan panas buminya serta untuk mencari lokasi dan target pemboran eksplorasinya. Komponen biaya survey eksplorasi secara lebih rinci adalah sebagai berikut: Biaya lain yang merupakan komponen biaya survey eksplorasi adalah biaya untuk core hole, study mengenai resource, lingkungan dan reservoir.

Biaya Pemboran Sumur
Biaya pemboran sumur terdiri atas biaya untuk sewa rig, ongkos pengangkutan alat pemboran ke lokasi serta pemasangannya, biaya casing, bit, lumpur, semen bahan kimia, fasilitas kepala sumur, pengangkutan casing dari pabrik ke tempat penyediaan dan biaya analisa core. Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pemboran antara lain adalah jenis sumur (tegak atau miring), lokasi sumur, kedalaman sumur, teknologi pemboran yang digunakan, diamter pipa selubung,

Sumur eksplorasi pada umumnya lebih mahal dari sumur pengembangan yang disebabkan oleh :
  1. Pemboran sumur eksplorasi memerlukan data yang paling lengkap dan seteliti mungkin dikarenakan ketidak pastian yang tinggi.
  2. Kebutuhan untuk meneliti kondisi reservoir semaksimal mungkin dengan pemboran sedalam mungkin.
  3. Di dalam pemboran sumur eksplorasi, pengukuran, logging dan coring dilakukan lebih sering dibandingkan dengan pemboran pengembangan.
  4. Hal-hal lain yang sering menyebabkan keterlambatan penyelesaian pemboran menyangkut hilang sirkulasi pada kedalaman dangkal, terjepitnya rangkaian pemboran karena runtuhnya formasi.
Biaya Lahan, Persiapan Lahan dan Jalan
Yang termasuk kedalam kelompok biaya ini adalah biaya pembelian dan pembebasan lahan, penyiapan jalan masuk ke lokasi (road), dan perataan lahan (excavation).

Biaya Fasilitas Produksi
Fasilitas produksi yang diperlukan untuk mengoperasikan lapangan uap panas bumi terdiri dari separator, pemipaan, silencer, scrubber, valve, instrumentasi dan gauge. Separator hanya diperlukan untuk lapangan dengan sistim dominasi air. Pemakaian separator dapat dilakukan dengan dua cara; cara pertama yaitu dengan menempatkan separator pada setiap sumur atau dengan cara kedua yaitu dengan pemusatan separator yang letaknya tidak terlalu jauh dari lokasi pembangkit listriknya.

Cara pertama mempunyai keuntungan berupa pengurangan resiko dalam mentransportasikan fluida dua fasa terutama pada topografi kasar serta mengurangi biaya penggunaan lahan dan pipa air. Biaya yang diperlukan sangat bervariasi, dengan komponen terbesar tergantung kepada panjang, jenis dan diameter pipa serta jumlah separator yang diperlukan. Hal tersebut dipengaruhi oleh besarnya kapasitas pembangkit.

Biaya Operasi dan Pemeliharaan
Biaya operasi dan pemeliharaan pada proyek panas bumi dibagi menjadi dua bagian, yaitu biaya operasi dan pemeliharaan lapangan uap dan pembangkit listrik. Biaya operasi dan pemeliharaan lapangan uap mencakup biaya untuk monitoring, pemeliharaan, operasi lapangan, gaji management dan pekerja, transportasi dan lain-lain. Biaya ini dikeluarkan untuk mempertahankan efektifitas dan efisiensi management dan operasi lapangan.

Biaya Sarana Penunjang
Biaya lain yang termasuk dalam biaya pengembangan lapangan uap adalah biaya untuk pembangunan fasilitas penunjang terdiri dari biaya pembangunan perkantoran, laboratorium, perumahan management dan karyawan, fasilitas umum, gudang, kafetaria, sarana ibadah, fasilitas peamadam kebakaran, fasilitas air bersih, bengkel, fasilitas kesehatan dan lain-lain. Besarnya biaya fasilitas penunjang sangat tergantung dari besar kecilnya kapasitas listrik proyek yang dibangun atau secara langsung terkait dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkannya.


Biaya Pembangkit Listrik
Yang termasuk kedalam biaya power plant adalah biaya penyiapan jalan masuk ke lokasi PLTP (road), pembebasan dan perataan lahan (land cost and axcavation), perencanaan rinci (detailed engineering), fasilitas pembangkit listrik (plant facilities), perakitan dan pemasangan peralatan PLTP (construction and installation) dan pekerjaan pembangunan gedung PLTP, perkantoran, laboratorium, fasilitas umum dan lain-lain (civil work).

Biaya operasi dan pemeliharaan untuk pembangkit listrik pada dasarnya adalah biaya untuk mempertahankan pembangkit listrik berjalan dengan efisiensi tetap maksimal. Pada umumnya, sekali dalam setahun turbin panas bumi harus mengalami overhaul agar berjalan optimum.

Biaya untuk pembangunan fasilitas penunjang terdiri dari biaya pembangunan gedung PLTP, perkantoran, perumahan management dan karyawan, fasilitas umum, gudang, kafetaria, sarana ibadah, fasilitas peamadam kebakaran, fasilitas air bersih, bengkel, fasilitas kesehatan dan lain-lain. Besarnya biaya fasilitas penunjang sangat tergantung dari besar kecilnya kapasitas listrik proyek yang dibangun atau secara langsung terkait dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkannya.
(Nenny Saptadji-ITB)

Kegiatan Usaha Panas Bumi

Kegiatan Usaha Panas Bumi adalah suatu kegiatan untuk menemukan sumber daya Panas Bumi sampai dengan pemanfaatannya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tahapan kegiatan usaha panas bumi meliputi:
a) Survei Pendahuluan;
b) Eksplorasi;
c) Studi Kelayakan;
d) Eksploitasi; dan
e) Pemanfaatan.

Survei Pendahuluan adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika, dan geokimia untuk memperkirakan letak dan adanya sumber daya Panas Bumi serta Wilayah Kerja.

Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan untuk memperoleh dan menambah informasi kondisi geologi bawah permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan potensi Panas Bumi.

Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan usaha pertambangan Panas Bumi, termasuk penyelidikan atau studi jumlah cadangan yang dapat dieksploitasi.

Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan pada suatu wilayah kerja tertentu yang meliputi pengeboran sumur pengembangan dan sumur reinjeksi, pembangunan fasilitas lapangan dan operasi produksi sumber daya Panas Bumi.

Pemanfaatan Tidak Langsung untuk tenaga listrik adalah kegiatan usaha pemanfaatan energi Panas Bumi untuk pembangkit tenaga listrik, baik untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri.

Pemanfaatan Langsung adalah kegiatan usaha pemanfaatan energi dan/atau fluida Panas Bumi untuk keperluan nonlistrik, baik untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri.

Kegiatan pengusahaan sumber daya Panas Bumi dilaksanakan pada suatu Wilayah Kerja. Beberapa hal yang penting dipahami dalam melaksanakan kegiatan pengusahaan panas bumi antara lain:
  • Batas dan luas Wilayah Kerja ditetapkan oleh Pemerintah.
  • Wilayah Kerja yang akan ditawarkan kepada Badan Usaha diumumkan secara terbuka.
  • Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan penawaran Wilayah Kerja dengan cara lelang
  • Pengusahaan sumber daya Panas Bumi dilakukan oleh Badan Usaha setelah mendapat IUP (Izin Usaha Pertambangan) dari Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing.
  • IUP adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan Panas Bumi di suatu Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi
  • Pemegang IUP wajib menyampaikan rencana jangka panjang Eksplorasi dan Eksploitasi kepada Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing yang mencakup rencana kegiatan dan rencana anggaran serta menyampaikan besarnya cadangan. Penyesuaian terhadap rencana jangka panjang Eksplorasi dan Eksploitasi dapat dilakukan dari tahun ke tahun sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
(Nenny Saptadji-ITB)

Energi Panas Bumi Ramah Lingkungan

Energi panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan karena fluida panas bumi setelah energi panas diubah menjadi energi listrik, fluida dikembalikan ke bawah permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi. Penginjeksian air kedalam reservoir merupakan suatu keharusan untuk menjaga keseimbangan masa sehingga memperlambat penurunan tekanan reservoir dan mencegah terjadinya subsidence. Penginjeksian kembali fluida panas bumi setelah fluida tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, serta adanya recharge (rembesan) air permukaan, menjadikan energi panas bumi sebagai energi yang berkelanjutan (sustainable energy).

Emisi dari pembangkit listrik panasbumi sangat rendah bila dibandingkan dengan minyak dan batubara. Karena emisinya yang rendah, energi panasbumi memiliki kesempatan untuk memanfaatkan Clean Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protocol. Mekanisme ini menetapkan bahwa negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 5.2% terhadap emisi tahun 1990, dapat melalui pembelian energi bersih dari negara berkembang yang proyeknya dibangun diatas tahun 2000. Energi bersih tersebut termasuk panas bumi.

Lapangan panas bumi umumnya dikembangkan secara bertahap. Untuk tahap awal dimana ketidakpastian tentang karakterisasi reservoir masih cukup tinggi, dibeberapa lapangan dipilih unit pembangkit berkapasitas kecil. Unit pembangkit digunakan untuk mempelajari karakteristik reservoir dan sumur, serta kemungkinan terjadi masalah teknis lainnya. Pada prinsipnya, pengembangan lapangan panas bumi dilakukan dengan sangat hati-hati selalu mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan lingkungan.

Untuk memasok uap ke pembangkit listrik panas bumi perlu dilakukan pemboran sejumlah sumur. Untuk menekan biaya dan efisiensi pemakaian lahan, dari satu lokasi (well pad) umumnya tidak hanya dibor satu sumur, tapi beberapa sumur, yaitu dengan melakukan pemboran miring (directional drilling). Keuntungan menempatkan sumur dalam satu lokasi adalah akan menghemat pemakaian lahan, menghemat waktu untuk pemindahan menara bor (rig), menghemat biaya jalan masuk dan biaya pemipaan.

Keunggulan lain dari geothermal energi adalah dalam faktor kapasitasnya (capacity factor), yaitu perbandingan antara beban rata-rata yang dibangkitkan oleh pembangkit dalam suatu perioda (average load generated in period) dengan beban maksimum yang dapat dibangkitkan oleh PLTP tersebut (maximum load). Faktor kapasitas dari pembangkit listrik panas bumi rata-rata 95%, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan faktor kapasitas dari pembangkit listrik yang menggunakan batubara, yang besarnya hanya 60-70% ((U.S Department of Energy).
(Nenny Saptadji-ITB)

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi

Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150-225oC). Pengalaman dari lapangan-lapangan panas bumi yang telah dikembangkan di dunia maupun di Indonesia menunjukkan bahwa sistem panas bumi bertemperatur tinggi dan sedang, sangat potensial bila diusahakan untuk pembangkit listrik. Potensi sumber daya panas bumi Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 27500 MWe , sekitar 30-40% potensi panas bumi dunia.

Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panasbumi. Apabila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik.
Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua fasa (fasa uap dan fasa cair) maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan pada fluida. Hal ini dimungkinkan dengan melewatkan fluida ke dalam separator, sehingga fasa uap akan terpisahkan dari fasa cairnya. Fraksi uap yang dihasilkan dari separator inilah yang kemudian dialirkan ke turbin.


Apabila sumberdaya panasbumi mempunyai temperatur sedang, fluida panas bumi masih dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan menggunakan pembangkit listrik siklus binari (binary plant). Dalam siklus pembangkit ini, fluida sekunder ((isobutane, isopentane or ammonia) dipanasi oleh fluida panasbumi melalui mesin penukar kalor atau heat exchanger.

Fluida sekunder menguap pada temperatur lebih rendah dari temperatur titik didih air pada tekanan yang sama. Fluida sekunder mengalir ke turbin dan setelah dimanfaatkan dikondensasikan sebelum dipanaskan kembali oleh fluida panas bumi. Siklus tertutup dimana fluida panas bumi tidak diambil masanya, tetapi hanya panasnya saja yang diekstraksi oleh fluida kedua, sementara fluida panas bumi diinjeksikan kembali kedalam reservoir.


Masih ada beberapa sistem pembangkitan listrik dari fluida panas bumi lainnya yang telah diterapkan di lapangan, diantaranya: Single Flash Steam, Double Flash Steam, Multi Flash Steam, , Combined Cycle, Hybrid/fossil–geothermal conversion system.
(Nenny Saptadji-ITB)

Sistem Hidrothermal

Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150-225oC). Pada dasarnya sistim panas bumi jenis hidrothermal terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas. Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya terjadi karena gaya apung (bouyancy).

Air karena gaya gravitasi selalu mempunyai kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan. Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi.

Adanya suatu sistim hidrothermal di bawah permukaan sering kali ditunjukkan oleh adanya manifestasi panasbumi di permukaan (geothermal surface manifestation), seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud pools), geyser dan manifestasi panasbumi lainnya, dimana beberapa diantaranya, yaitu mata air panas, kolam air panas sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mandi, berendam, mencuci, masak dll. Manifestasi panasbumi di permukaan diperkirakan terjadi karena adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau karena adanya rekahan-rekahan yang memungkinkan fluida panasbumi (uap dan air panas) mengalir ke permukaan.


Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida utamanya, sistim hidrotermal
dibedakan menjadi dua, yaitu sistim satu fasa atau sistim dua fasa. Sistim dua fasa dapat merupakan sistem dominasi air atau sistem dominasi uap. Sistim dominasi uap merupakan sistim yang sangat jarang dijumpai dimana reservoir panas buminya mempunyai kandungan fasa uap yang lebih dominan dibandingkan dengan fasa airnya. Rekahan umumnya terisi oleh uap dan pori‐pori batuan masih menyimpan air. Reservoir air panasnya umumnya terletak jauh di kedalaman di bawah reservoir dominasi uapnya. Sistim dominasi air merupakan sistim panas bumi yang umum terdapat di dunia dimana reservoirnya mempunyai kandungan air yang sangat dominan walaupun “boiling” sering terjadi pada bagian atas reservoir membentuk lapisan penudung uap yang mempunyai temperatur dan tekanan tinggi.

Dibandingkan dengan temperatur reservoir minyak, temperatur reservoir panasbumi relatif sangat tinggi, bisa mencapai 3500C. Berdasarkan pada besarnya temperatur, Hochstein (1990) membedakan sistim panasbumi menjadi tiga, yaitu:
  1. Sistim panasbumi bertemperatur rendah, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung fluida dengan temperatur lebih kecil dari 1250C.
  2. Sistim/reservoir bertemperatur sedang, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung fluida bertemperatur antara 1250C dan 2250C.
  3. Sistim/reservoir bertemperatur tinggi, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung fluida bertemperatur diatas 2250C.
Sistim panasbumi seringkali juga diklasifikasikan berdasarkan entalpi fluida yaitu sistim entalpi rendah, sedang dan tinggi. Kriteria yang digunakan sebagai dasar klasifikasi pada kenyataannya tidak berdasarkan pada harga entalphi, akan tetapi berdasarkan pada temperatur mengingat entalphi adalah fungsi dari temperatur. Pada Tabel dibawah ini ditunjukkan klasifikasi sistim panasbumi yang biasa digunakan.


(Nenny Saptadji-ITB)

Energi Panas Bumi di Indonesia

Di Indonesia usaha pencarian sumber energi panasbumi pertama kali dilakukan di daerah Kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun 1926 hingga tahun 1929 lima sumur eksplorasi dibor dimana sampai saat ini salah satu dari sumur tersebut, yaitu sumur KMJ‐3 masih memproduksikan uap panas kering atau dry steam. Pecahnya perang dunia dan perang kemerdekaan Indonesia mungkin merupakan salah satu alasan dihentikannya kegiatan eksplorasi di daerah tersebut.

Kegiatan eksplorasi panasbumi di Indonesia baru dilakukan secara luas pada tahun 1972. Direktorat Vulkanologi dan Pertamina, dengan bantuan Pemerintah Perancis dan New Zealand melakukan survey pendahuluan di seluruh wilayah Indonesia. Dari hasil survey dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 prospek panasbumi, yaitu di sepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian Barat Sumatera, terus ke Pulau Jawa, Bali, Nusatenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi.

Survey yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150‐225oC).

Terjadinya sumber energi panasbumi di Indonesia serta karakteristiknya dijelaskan oleh Budihardi (1998) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng India‐Australia dan lempeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia.

Tumbukan antara lempeng India‐Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 ‐ 210 km di bawah Pulau Jawa‐ Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km (Rocks et. al, 1982) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara.

Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas magmatik yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih dangkal.

Sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya berkaitan dengan kegiatan gunung api andesitisriolitis yang disebabkan oleh sumber magma yang bersifat lebih asam dan lebih kental, sedangkan di Pulau Jawa, Nusatenggara dan Sulawesi umumnya berasosiasi dengan kegiatan vulkanik bersifat andesitis‐basaltis dengan sumber magma yang lebih cair. Karakteristik geologi untuk daerah panas bumi di ujung utara Pulau Sulawesi memperlihatkan kesamaan karakteristik dengan di Pulau Jawa.

Akibat dari sistim penunjaman yang berbeda, tekanan atau kompresi yang dihasilkan oleh tumbukan miring (oblique) antara lempeng India‐Australia dan lempeng Eurasia menghasilkan sesar regional yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera yang merupakan sarana bagi kemunculan sumber-sumber panas bumi yang berkaitan dengan gunung‐gunung api muda.

Lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya lebih dikontrol oleh sistim patahan regional yang terkait dengan sistim sesar Sumatera, sedangkan di Jawa sampai Sulawesi, sistim panas buminya lebih dikontrol oleh sistim pensesaran yang bersifat lokal dan oleh sistim depresi kaldera yang terbentuk karena pemindahan masa batuan bawah permukaan pada saat letusan gunung api yang intensif dan ekstensif.

Reservoir panas bumi di Sumatera umumnya menempati batuan sedimen yang telah mengalami beberapa kali deformasi tektonik atau pensesaran setidak‐tidaknya sejak Tersier sampai Resen. Hal ini menyebabkan terbentuknya porositas atau permeabilitas sekunder pada batuan sedimen yang dominan yang pada akhirnya menghasilkan permeabilitas reservoir panas bumi yang besar, lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas reservoir pada lapangan‐lapangan panas bumi di Pulau Jawa ataupun di Sulawesi.
(Nenny Saptadji-ITB)

Energi Panas Bumi (Geothermal Energy)

Energi panas bumi, adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung didalamnya. Energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di Italy sejak tahun 1913 dan di New Zealand sejak tahun 1958. Pemanfaatan energi panas bumi untuk sektor non‐listrik (direct use) telah berlangsung di Iceland sekitar 70 tahun.

Meningkatnya kebutuhan akan energi serta meningkatnya harga minyak, khususnya pada tahun 1973 dan 1979, telah memacu negara‐negara lain, termasuk Amerika Serikat, untuk mengurangi ketergantungan mereka pada minyak dengan cara memanfaatkan energi panas bumi. Saat ini energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di 24 Negara, termasuk Indonesia. Disamping itu fluida panas bumi juga dimanfaatkan untuk sektor non‐listrik di 72 negara, antara lain untuk pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dll.

(Nenny Saptadji-ITB)

Langganan Tulisan

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Info yang dibutuhkan ?

Arsip

Statistik

http://nenny-itb.co.cc/

Waktu

Buku Tamu